‘Do you think I am happy?’
Sebuah pesan masuk dalam inbox-ku hampir tengah malam, rangkaian kata yang tertera dalam layar smartphone-ku cukup mengagetkan. Pertanyaan tersebut singkatnya seperti yang kutulis dalam judul tulisan ini, ‘apakah menurutmu aku bahagia?’. Perlu beberapa waktu untuk aku berpikir bagaimana aku perlu memberikan jawaban. Memang gampang sih untuk berikan jawaban klise, ‘kebahagiaan kan kita sendiri yang tentukan’ – tapi rasanya bukan jawaban seperti ini yang rekan ini harapkan.
Sejujurnya sampai hari ini aku juga tidak bisa merangkai jawaban yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Aku sempat juga mendiskusikan pertanyaan ini kepada beberapa rekan, tanpa menyebut dari mana pertanyaan ini hadir, namun rasa-rasanya semua punya pikiran yang sama: kenapa pertanyaan ini akhirnya muncul dari seseorang (yang aku pikir tidak akan pernah bertanya hal semacam ini)?
Aku sempat berpikir, bisa saja sebenarnya dia merasa bahagia – atau tidak merasa bahagia dan hanya membutuhkan konfirmasi. Atau memang dia tidak yakin dia merasa bahagia atau tidak, dan meminta pendapat. Atau memang sebenarnya aku tidak perlu berpikir untuk menjawab pertanyaan ini?
Permasalahannya adalah, apa yang dia tanyakan kemudian terngiang terus di kepalaku, dan akhirnya aku menanyakan hal yang sama untuk diriku sendiri. Apakah bahagia-ku atau tidak juga membutuhkan konfirmasi dari rekan-rekanku, akankah konfirmasi tersebut memang menguatkan, atau aku sebenarnya ingin membuka peluang untuk rekan-rekanku memperbincangkan kebahagiaan hidupku? Satu pertanyaan rekan tersebut akhirnya malah berkembang jadi banyak pertanyaan di pikiranku sendiri. Agak menyebalkan, tapi membuatku merenungkan hampir tiap hari.

Banyak saran yang sampaikan bahwa bahagia ada dalam keputusan kita; ketika kita mulai bersyukur; ketika kita mampu berkata ‘cukup’; ketika kita ‘sudah selesai dengan diri sendiri’; atau ketika kita mampu mengendalikan pikiran kita hingga melihat sesuatu yang buruk dari sisi yang baik/positif. Banyak juga yang percaya bahwa bahagia itu sederhana; saat bisa mengerjakan tugas tepat waktu, saat bisa mentraktir diri sebuah es krim setelah kerja keras; saat bisa memeluk anggota keluarga yang lama tak jumpa. Banyak definisi, banyak saran, banyak contoh, tapi lagi-lagi bahagia mungkin tidak sesederhana itu – hingga orang perlu menkonfirmasi apakah dirinya bahagia ke orang lain.
Dalam sebuah obrolan tentang pertanyaan ini, satu rekanku justru membalikkan pertanyaan, ‘bagaimana kamu bisa selalu tampak bahagia?’ – wait. Dia menggunakan kata ‘tampak’. Oh, betul. Bahagia mungkin bisa ditunjukkan dari beberapa hal: tersenyum, tertawa, semangat, energi berlimpah, berpikiran positif (?), dan lainnya. Mereka yang terbiasa melakukan ini sehari-hari mungkin dilihat sebagai orang yang bahagia. Sedangkan mereka yang diam saja, mungkin memiliki hari-hari yang tidak bahagia. Aih, tapi belum tentu benar. Karena akhirnya ada beberapa pengakuan bahwa orang mengeluarkan energi lebih untuk bisa terlihat bahagia, meski sebenarnya ia punya banyak beban.
Oke. Jadi ada sisi tampak dan sisi tidak tampak dari bahagia. Kalau berdasarkan apa yang disampaikan orang-orang, kedua sisi sebenarnya ada dalam kendali kita – yang tentunya dipengaruhi banyak faktor.

Nah, kalau pertanyaan ‘apakah menurutmu AKU bahagia’ diganti dengan ‘apakah menurutmu KAMU bahagia?’ Bagaimana kita akan mendeklarasikan kebahagiaan kita di depan orang-orang? Apa yang kita lakukan untuk menunjukkan bagaimana kita bahagia belum tentu ditangkap oleh orang lain sebagai sebuah kebahagiaan. Ada sekelompok orang merasa bahagia ketika mereka melihat ‘lawan-lawannya’ menderita, ada kelompok lain yang mendeklarasikan kebahagiaan ketika mereka menyingkirkan atau menghancurkan kelompok lain, dan sebagainya.
Sejauh ini aku belum menemukan bagaimana jawaban yang perlu kusampaikan kepada rekan yang bertanya ‘apakah menurutmu aku bahagia?’. Selain tentu sangat subyektif, menurutku manifestasi bahagia bisa dalam bentuk berbagai macam hal – seperti beberapa kusebutkan di atas. Nah, kalau kesimpulannya begini, apakah berarti aku belum mengenal rekan tersebut secara mendalam? Eh, udah deh, bahasnya sampai sini aja.
Kalau kamu ditanya ‘apakah menurutmu aku bahagia?’ – kamu akan jawab apa?