Orangnya kecil, berkulit gelap, dan berperawakan tak tinggi. Selama ia bersekolah, tampak sekali bahwa kapasitas akademiknya tidak bisa dibanggakan. Ia hampir selalu mendapat angka merah untuk matematika dan sains sejak SD. Ia pula salah satu yang sering sekali dimarahi Ibu karena kesan bandelnya. Pernah ia pulang ke rumah dengan kepala yang berdarah karena dia dan sepedanya jatuh ke sungai yang cukup tinggi. Unik sekali orang ini.
Kreativitasnya jauh mengungguli kemampuan akademisnya. Ia suka sekali menggambar dan sangat ahli membuat prakarya. Di samping itu, setiap sore sepulang sekolah, saat ia masih SMP, ia selalu datang ke Kelenteng di Temanggung. Ia mulai belajar memainkan barongsai. Beberapa kali ia ikuti pertunjukkan, orang-orang mulai mengenalinya, bukan Teguh yang tidak pandai matematika, tapi Teguh, orang Jawa kecil hitam pendek yang lihai bermain barongsai.
Ia kemudian beralih dari barongsai ke Wushu. Sebuah olahraga semacam bela diri dari China yang memamerkan berbagai macam jurus dengan berbagai senjata. Hingga ia lulus SMA dan langsung hijrah ke Semarang karena mengikuti pelatda Jawa Tengah untuk Wushu. Saat ini ia menjadi pelatih Wushu untuk sebuah klub di Jakarta. Akan kuceritakan sedikit lebih detil hal-hal yang membuatku sangat menghormati Kakakku ini.
Ia menyadari bahwa kemampuan akademiknya tidak sebaik yang lain; tapi ia selalu berusaha memaksimalkan kemampuan lain yang ia miliki. Ia sangat mengenal siapa dan bagaimana dirinya.
Saat ia lulus SMA dan menjadi Pelatda; aku masuk SMA (sekitar tahun 2006). Saat itu ayahku sudah mulai tidak bekerja. Sehingga, Kakakku ini yang membantu membiayai biaya sekolahku dan adik-adikku dari uang saku yang ia terima di Pelatda itu. Sebenarnya aku tahu, ia juga sangat pas-pasan di Semarang dalam kondisi latihan intensif itu. Tapi ia selalu memikirkan keluarganya, ia memikirkan adik-adiknya. Ia tak mau kami menyerah dengan kondisi yang terjadi saat itu. Ia menjadi contoh khusus bagiku tentang bagaimana berjuang membuat perubahan.

Beberapa tahun kemudian ia keluar dari Pelatda dan mulai melatih Wushu di sebuah klub di Cengkareng. Hingga tahun 2010, ia mendapat juara 2 di kejuaraan dunia Wushu di China. Maaan, orang kecil hitam pendek dari desa dapat medali di China! Ini benar-benar cambukan buatku yang sering berpikir bahwa dalam kondisi terbatas, kita tidak bisa berbuat banyak. Padahal, kita tetap bisa lakukan yang terbaik sesuai kapasitas kita.
Saat itu aku masuk ke semester 3, saat kuliah di Jakarta. Kemenangan Kakakku di Kejuaraan Dunia ini menjadi inspirasi besar buatku untuk terus mengembangkan diri, meski dalam kondisi yang sangat terbatas.

Banyak sekali hal-hal luar biasa dari hidupnya yang terus menginspirasiku hingga kini. Hanya saja, sejak ia menjuarai banyak kejuaraan hingga pernah bantu seorang finalis Indonesia Mencari Bakat di sebuah stasiun televisi swasta hingga kini, aku belum pernah menonton aksinya ber-Wushu-ria. Akhirnya aku mendengar bahwa perayaan Imlek kemarin ia akan show di sebuah mall di Grogol.
Kemarin siang pun aku pergi dari Kelapa Gading (via terminal Pulogadung) ke Grogol; semacam dari ujung Jakarta satu ke ujung lainnya. Aku sampai di lokasi tersebut 1 jam sebelum show dimulai. Tapi kaget bukan kepalang karena tempatnya sudah dipenuhi warga yang ingin menonton pertunjukkan. Akhirnya aku hanya melihat sebentar dan memutuskan untuk pulang karena tidak tampak jelas dan kurang nyaman. Hihihihi, semoga dapat kesempatan nonton beliau show secara live lagi di suasana yang lebih nyaman.

Namun demikian, aku selalu mengagumi bagaimana ia menjalani kehidupan. Aku selalu berdoa ia mendapatkan yang terbaik buat masa depannya. Entah apa yang akan terjadi di masa depan, tapi harapanku adalah ia semakin berhikmat dan mampu menjadi berkat buat makin banyak orang. Amin.
Selamat tahun baru Cina semuanya. Gong Xi Fa Cai π
@yosea_kurnianto