Ujilah Apa yang Kau Percaya

Kembali aku mengernyitkan alis mata sebelah kanan seusai mendengar cerita hidup dari temanku.  Ya, hal ini sering sekali aku lakukan ketika aku memikirkan, merenungkan, atau merefleksikan sesuatu. Atau mungkin istilah yang saya gunakan, menguji informasi yang baru saja saya dengar.

Ketika duduk di bangku sekolah, aku dan temanku ini begitu akrab; kita sering sekali menceritakan apa saja yang terjadi tentang keluarga, cita-cita, hingga permasalahan pribadi. Satu hal yang aku ingat adalah ketika kita membicarakan mengenai rencana masa depan (goals path). Ia menyampaikan bahwa ia ingin sekali masuk sekolah X dan bekerja sebagai XX. Yang memang saat itu, di lokasi kami, sekolah X dan profesi XX dipandang tinggi; dan orang tua yang anaknya dalam lingkaran tersebut akan merasa sangat bangga. Sehingga, temanku juga percaya bahwa ia dapat membanggakan orang tuanya dengan masuk ke dalam lingkaran tersebut.

Singkat cerita, ia kemudian berusaha keras dan mendapat tempat dalam lingkaran yang ia percaya dapat menumbuhkan harapan-harapan hidupnya. Ia telah lulus sekolah X dan kini memulai perjalanan karirnya sebagai XX. Kami pun akhirnya bertemu kembali beberapa minggu kemarin dalam sebuah kedai kopi di Jakarta Timur.

Sungguh mengejutkan ketika ia mulai bercerita bagaimana kondisi hatinya saat ini. Ia menceritakan bagaimana ia mulai diuji oleh keadaan atas apa yang pernah ia percayai. Apa yang terjadi dalam hidupnya tidak seperti apa yang pernah ia impikan, bahkan jauh dari apa yang ia percaya. Mungkin orang tuanya membanggakan dirinya di kampong halaman, tapi sebenarnya kebanggaan yang dirasakan teman saya tidak secantik yang diceritakan orang tuanya kepada rekan-rekannya.

Memang perjalanan mengejar impian akan terus berjalan. Bisa jadi ia akan terima apa yang ia impikan, jika ia masih terus berusaha, beberapa tahun dari sekarang. Tidak ada yang tahu.

Hal yang menjadi renungan saya hingga kini adalah, mengapa begitu banyak orang percaya akan sesuatu hal tanpa mengujinya terlebih dahulu? Yang di kemudian hari justru mendatangkan penyesalan akan keputusan yang telah diambil di masa lampau? Bukankah sebenarnya masing-masing kita punya waktu untuk menguji apa yang kita percaya sebelum mengambil keputusan yang menyangkut masa depan?

Image
Apa yang kau percaya? – pict: ayagebeely.blogspot.com

Saya rasa benar kata orang jika keputusan adalah prediksi yang didasari atas pengetahuan dan pengalaman seseorang. Dan kepercayaan, adalah keputusan seseorang untuk memegang sebuah informasi, nilai, atau bahkan ritual yang akan menjadi bagian dalam hidupnya.

Mendengar apa yang disampaikan oleh teman saya tersebut, saya rasa kita semua perlu terus menguji apa yang kita percaya. Supaya kita percaya bukan karena kebanyakan orang percaya, atau dalam suatu masa hal tersebut menjadi trend, atau kita dipaksa percaya.

Seringkali waktu dalam hidup ini kita tidak pernah tahu apakah keputusan yang kita ambil saat ini, berdasarkan apa yang kita percaya masa ini, akan benar-benar baik di masa yang akan datang. Namun, paling tidak, kita selalu punya pilihan untuk menguji apa yang kita percayai sehingga kita bisa mengambil keputusan yang paling mendekati benar. Konsekuensi dari setiap pilihan memang akhirnya kita harus jalani, tapi dengan menguji setiap komponen yang kita butuhkan untuk mengambil keputusan, resiko yang kita dapatkan bisa kita minimalisir.

Image
Kuasai diri kita – pict: http://www.spring.org.uk

Mari kita selalu berusaha untuk menguasai diri kita; menguji hal-hal yang kita percaya; yang menjadi landasan banyak keputusan hidup kita. Karena waktu tidak dapat diputar balik, tapi kita selalu punya pilihan untuk terus menjadi bijak.

@yosea_kurnianto

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s